BAB 1
PENDHULUAN
1.Latar Belakang dan Masalah
1.1 Latar Belakang
Bahasa menunjukan bangsa.demikianlah untaian kata dari kaum cerdik bestari zaman dahulu yang selalu kita kaji ulang pada saat-saat yang dinggap tepat untuk mengungkapnya. Dalam konteks Indonesia dan berbagai hal yang menyangkut keindonesiaan, mengaji ulang terhadap ‘’butir mutiara’’ Itu akan tetapi penlik dan selalu relevan, sehubungan dengan ciri keIndonesiaan yang multietnis, multi kultural, dan yang berakibat pada multilingual.
Salah satu wujud kesederhanaan terhadap ungkapan pada cerdik pandai dan bijak –bestari itu adalah menunjukan perilaku berbahasa.misalnya pada saat berbahasa Indonesia,seharusnya kita menggunakanya sedemikian rupa sehingga jati diri kita sebagai bangsa indonesia tampak dan terjaga
Sebaliknya, pada saat kita menggunakanya bahasa daerah yang kita gunakan itu juga mencerminkan jati diri keetnisan kita masing-masing. Dengan perkataan lain, jati diri kita sebagai bangsa ataupun suku bansgsa/kelompok etnis perlu ditunjukan dalam setiap pandangan,sikap dan perbuatan yang salah satu bentuk mengungkapkanya adalah perilaku berbahasa(Alwi,2003:39-40).
kenyataan yang tidak dipungkiri bahwa bangsa indonesia terdiri atas bersuku-suku bangsa masing-masing memiliki bahasa dan adat istiadatnya sendiri-sendiri. Bangsa indonesia pada umumnya adalah dwikebahasaan karena menguasai bahasa daerahnya dan bahasa indonesia sebagai bahasa nasionalnya. Dewas ini,mulai banyak anak-anak berbahasa ibu bahasa indonesia karena sejak kecil mereka diajari berbahasa indonesia, terutama anak-anak yang sebagian besar keluarga yang berdiam dikota-kota besar .Namun sebagian besar bangsa-bangsa indonesia, terutama yang berusia 40.an keatas dibesarkan dibahasa ibu bahasa daerah.itu sebabnya,tidak heran bila bahasa daerah itu memberikan warna atau pengaruh besar terhadap bahasa indonesia sebagai bahasa kedua yang digunakan seseorang sesudah bahasa pertama ,bahasa daerahnya pengaruh itu terdengar pula pada lafal dan lagu tuturya ,sering orang menyangka bahwa ia sudah bertutur bahasa indonesia dengan baik. padahal tuturanya hanyalah menggunakan kata-kata bahasa Indonesia ,tetapi strukturnya bahasa daerah (chaer.2003:9).situasi ini akan membawa akibat lain dalam berbahasa indonesia ,ciri-ciri lafal bahasa
daerah termasuk juga unsur yang banyak terbawa serta bila mereka berbahasa Indonesia .
selama ciri-ciri lafal bahasa daerah itu tidak menghambat jalanya komunikasi,sebenarnya hal tersebut tidak menjadi persoalan. Tetepi demi tercapainya suatu ukuran lafal indonesia baku,sudah seharunya lafal bahasa daerah itu jangan sampai terbawa serta ketika berkomunikasi dalam bahasa indonesia . memang agak sukar untuk menghilangkan lafal bahasa daearah itu.tetapi, sudah sewajarnya dusahakan sedapat mungkin untuk meniadakan lafal bahasa daerah (chaer,1993:68) Ukuran yang tidak bercirikan bahasa daerah adalah ukuran lafal standar.ukuran ini tampak sederhana,mudah diterapkan tetapi memancing beberapa pertanyaan jumlah bahasa daerah yang cukup banyak.jika pendengar tidak mendengar lafal bahasa daerah atau asal pembicara,dianggap sudah menggunakan lafal standar. Sebaliknya, jika pendengar mengenal bahasa pembicara dianggap belum menggunakan lafal standar. Tentu pendengar tidak akan mengenal semua lafal bahasa daerah.maka,lafal standar ini merumuskan dari penelahan penelitian terdahulu yang dilakukan peneliti bahwa sesungguhya peneliti Analisis konstransitif fonologi pernah dilakukan sebagai bentuk keperhatinan yang sama terhadap bahasa daerah ,maka penelitipun menetapkan bahasa muna sabagai objek peneliti ini dengan pertimbangan bahasa sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia,khususnya dikabupaten Muna.mempunyai kedudukan yang sama dengan bahasa-bahasa daerah lainya seperti bahasa wolio,tolaki,bugis yaitu sebagai Identitas lokal .dalam perkembanganya bahasa Muna dilestarikan sebagai bahasa Ibu (BI) oleh sebagai besar penuturnya .sebagai sebuah bahasa yang hidup ,bahasa Muna memiliki sistem linguistik (fonologi)tersendiri . oleh karena itu sistem fonologi bahasa muna perlu dikontraskan secara ilmiah,hal ini dilakukan sebagai bentuk pelestarian bahasa daerah dan penghargaan terhadap bahasa indonesia .Menurut teori analisis konstatif, masalah ini ditimbulkan oleh perbedaaan sistem fonem dua bahasa indonesia mereka mengalami kesulitan dalam pelafalan fonem-fonem bahasa indonesia dengan baik.oleh karena itu, kesulitan pelafalan fonem yang dialami si terdidik harus mendapat perhatian khusus . hal ini bisa dilakukan dengan melukiskan pebedaan fonem bahasa muna dan fonem bahasa indonesia . selanjutnya, pelukisan perbedaan itu dapat ditindaklanjuti oleh pelatih si pendidik untuk meniru .mengulang,melakukan latihan runtun terhadap fonem-fonem yang berbeda itu.dengan cara yang demikian terdidik diharapkan mempunyai kebiasaan melafalkan fonem-fonem bahasa pertamanya dapat teratasi.
Atas dasar itulah, peneliti terdorong menyangkut judul peneliti’konstransitif fonologi bahasa muna’’.sebuah peneliti yang bertujuan untuk membandingkan finetik bahasa muna dan bahasa indonesia
1.1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang diatas, yang menjadi masalah dalam meneliti adalah bagaimana kekontrasitifan fonologi bahasa muna dan bahasa indonesia
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mentukan dan mendeskripsikan kekontastifan fonologi bahasa muna
1.3 Manfaat
Sesuai tujuan penelitian ini maka manfaat yang diharapkan dari peneliti ini maka manfaat yang diharapkan dari peneliti ini adalah untuk mengetahui sebab –musabab kesalahan berbahasa terutama untuk memehami latar belakang kesalahan itu, untuk kesalahan yamg dibuat oleh penutur asli bahasa muna, khususnya bagi para siswa, dan untuk mencegah dan serta menghindari kesalahan yang sejenis pada waktu yang akan datang. Melalui konstrantif inilah dapat diprediksi peluang terjadinya kesalahan berbahasa.
Secara praktis,penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai umpan balik dalam merancang komponen,tujuan,bahan,cara penyajian, media, dan penilaian bagi proses belajar mengajar bahasa.selain itu, peneliti ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru-guru di kabupaten Muna dalam pengajaran bahasa indonesia,khususnya pengajaran ketermpilan berbicara dan membaca.selain itu, peneliti ini diharapkan pula dapat memberi masukan dalam penyempurnaan dan merencanakan kebijakan pengajaran bahasa Indonesia ,khususnya dikabupaten muna dan sekaligus dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi peneliti berikutnya yang akan dilakukan yang bergayutan dengan penelitian ini
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka riang lingkup pembahasan hanya terbatas kekontrastifan bunyi ujar segmental konsonan dan vokal bahasa muna dan bahasa Indonesia
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Analisis Konstrantif
Beberapa pandangan ahli tentang batasan analisis diantaranya:diah(dalam sopah,2006:156)mengemukakan bahwa analisis kontrastif adalah metode yang digunakan untuk membandingkan dan mempertentangkan dua bahasa atau lebih (bahasa pertma dan bahasa kedua )atas dasar deskripsi ilmiah dari kedua bahasa itu.selanjutnya, hasil perbandingan itu digunakan sebagai pedoman dalam menyusun bahan-bahan pengajaran bahasa kedua.
Tarigan (1990:4) menyatakan bahwa analisis kontrastif adalah kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi diantara perbedaan-perbedaan diantara kedua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon , dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesilitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang akan dihadapi oleh para siswa disekolah.sementara itu (parera,1997:110-111)menjelaskan bahwa satu analisis konstransitif analisis secara mikrolinguistik disesuaikan dengan subsistem linguistik secara murni, subsistem semantik.butir-butir dari masing-masing subsistem B1 dan B2 dibandingkan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antara dua bahasa terbanding.
Pandangan lain dikemukakan oleh wilking (1972:192)bahwa analisis kontransitif dilaksanakan dengan cara dibandingkan secara sistematis ciri-curi linguistik yang spesifik pada dua bahasa atau lebih yang dikonstraskan .berdasarkan padangan itu ditemukan unsur-unsur yang susah dipelajari si terdidik .Analisis kontransitif muncul karena adanya kenyataan si terdidik mempelajari bahasa yang bukan bahasa ibunya(http.fonologi konstransitif .com).
2.2.1 Hipotesis Analisis Konstransitif
Perbandingan struktur antara antara dua bahasa B1 dan B2,yang akan dipelajari oleh siswa yang menghasilkan Identifikasi perbedaan antara kedua bahasa merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan kesulitan berbahasa yang dihadapi para siswa. Dari sinilah dijabarkan analisis konstrasitif.
Dalam perkembanganya, terdapat dua versi hipotesis anakon.versi pertama dikenal dengan istilah strong from dan weak form hipothesis. Semua kesalahan bahasa B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para siswa Ellips (dalam tarigan,1992:5-6) hipotesis untuk lemah (weak form hipotesis ) menyatakan bahwa anakon dan anaken (analisis kesalahan /harus saling melengkapi.Anakes mengidentifikasi kesalahan didalam korpus bahasa siswa kemudian anakon menetapkan kesalahan mana yang termasuk dalam kategoriyang disebabkan oleh perbedaan B1 danB2.
Hipotesis bentuk kuat ini didasarkan kepada asumsi-asumsi berikut ini:
1. Penyebab utama dan penyebab tunggal kesulitan belajar dan kesalahan dalam pengajaran bahasa asing adalah intereferensi bahasa ibu ,
2. Kesulitan belajar itu sebagian atau keseluruhanya disebabkan oleh B1 dan B2
3. Semakin besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin akut kesulutan belajar
4. Hasil perbandingan antara B1 dan B2 diperlukan untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa asing
5. Bahasa pengajaran dapat ditentukan secara tepat dengan dibandingkan kedua bahasa itu ,kemudian dikurangi bagian yang sama, sehingga apa yang harus dipelajari oleh siswa adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan analisis konstransitif lee dan fisiak (Tarigan,1992:6)
2.2 Implikasi Pedagogis Analisis konstransitif
Anakon masih tetap berfungsi dalam dunia pengajaran B2 implikasi anakon dalam kelas pengajara bahasa terlihat pada:
1.penyusunan materi pengajaran yang didasarkan pada hasil perbandingan B1 bdan B2
2.penyusunan kata bahasa pedagogis sebagai perapan teori linguistik yang dianut
3. penataan kelas secara terpadu atau terkait : bahasa Ibu dan diperhitungkan dan digunakan sebagai pembantu dalam pengajaran bahasa B2
4. penyiapan materi pengajaran yang secara langsung .
a.menunjukan persamaan dan perbedaan B1 dan B2
b. menunjukan butir-butir B1
c. Mengajurkan cara mengatasi Interferensi
d. melatih secara intensif butir-butir yang berbeda .
Anakon masih memiliki kelemahan dalam teori dan landasanya. Anakon juga banyak mendapat banyak serangan, namun anakon tetap tegak .dengan perbaikan dan penyempurnaan anakon tetap fungsional, paling tidak dalam pengajaran B2 anakon dapat memprediksi atau memperkirakan butir tertentu dari suatu bahasa yang potensi mendatangkan Interferensi. Walaupun tidak secara tepat , anakon menunjukan kesalahan akibat interferensi tersebut.Anakon dapat menjelaskan sebab musabab kesalahan tersebut (Tarigan, 1989:5)
2.1.3 Prosedur Analisis kontransitif
Cara membandingkan dua bahasa didasarkan pada beberapa keyakinan teoritis.pertama,model yang digunakan harus bersifat umum .Ini berarti perbandingan harus membandingkan bahasa-bahasa berdasarkan kriteria bentuk dan fungsi karena kedua kriteria ini dianggap besifat universal/umum.kedua, bandingan tersebut harus bersifat taksonomi dan operasional. Ini berarti konvensi akan diperkirakan setiap tataran (taksonomi).dengan prinsip diatas maka langkah-langkah bandingan dilakukan sebagai berikut
1. Langkah pertama adalah mengamati perbedaan-perbedaan struktur luar dari B1 dan B2.perbedaan-perbedaan itu dapat direntang mulai dari ketiadaan total dari beberapa ciri salah satu bahasa terbanding sampai perbedaan sebagian/persial.
2. Kedua adalah pembanding beberapa postulat tentang ciri kemestaan.
3. Langkah ketiga merumuskan kaidah realisasi dari struktur. Dalam kestruktur luar pada tiap bahasa yang bertentangan dengan analisis. Akan tetapi pembanding tidak menghasilkan dua kaidah realisasi yang lengkap dan terpisah dari bahasa karena tujuan analisisnya ialah membandingkan(parera,1997:117).
2.2 Kontras Fonetik
Ragam ciri suatu kesatuan epik juga dilandasi oleh kenyataan bahasa dalam ragam ini kesulitan itu terlihat dalam kontras.fonem-fonem dalam distribusi kontranstif fonem-fonem tersebut merupakqan kesatuan bunyi esensial yang mempunyai kapasitas untuknmengubah arti (Tarigan,1989:91) oleh karena fonem-fonem itu dapat mengubah arti, maka mereka haruslah diakui/dikenal atau berita itu dapat dilakukan.prisip-prinsip analisis analisis fonemik yang memisahkan fonem-fonem esensial adalah:
2.2.1 Prisip Kesamaan Fonetik
Bunyi-bunyi yang tidak sama tidak dikelompokan sebagai alofon-alofon fonem yang sama. prinsip ini mencegah pengelompokan suatu bunyi kecuali yang terdaftar sebagai pasangan-pasangan yang dicurigai. Demikianlah, bunyi /k/ dan/?/ ,berdasarkan distribusi komlementernya,tidaklah termasuk pada fonem yang sama .
2.2.2 Prinsip Kontras
Bunyi yang kontras dalam lingkungan –lingkungan yang bersamaan dimana perbedaan bunyi disejajarkan oleh suatu perbedaan arti, harurlah masuk kedalam fonem yang berbeda. Kalau dua bunyi terjadi pada bunyi yang sama dalam suatu rangka mengubah arti tersebut, maka keduanya merupakan fonem yang berbeda. Kalau dua bunyi terjadi pada bunyi yang sama dalam suatu rangka.dalam distibusi yang sejajar,dan kalaum memasuki jalur ini mereka mengubah arti tersebut, maka keduanya merupakan fonem-fonem yang berbeda.
2.3 Fonetik
Bunyi bahasa dapat dipelajari melalui tiga tahap terjadinya ketiga tahap itu ialah tahap bagaimana bunyi dihasilkan (tahap produksi), bagaimana bunyi itu disalurkan (tahap trasmisi), dan bagaimana bunyi bahasa diterima (tahap resepsi) Gimson (dalam Hardianto, 2009:18) sedangkan ilmu mempelajari dan yang memerikan bunyi-bunyi bahasa disebut fonrtik. Menurut Samsuri Fonetik dapat merupakan ilmu dan kemahiran. Fonetik berusaha menemukan kebenaran-kebenaran umum dan memformulasikan hukum bunyi dan pengucapan: sebagai kemahiran, fonetik memakai data deskriptif dasar untuk memberikan kemungkinan pengenalan pengucapan bunyi-bunyi bahasa itu.
2.3.1 Fonetik Artikulatoris
Fonetik mempelajari bunyi bahasa,tanpa menghiraukan arti.Ada dua macam fonetik,yakni fonetik akustik dan artikulatoris. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai sumber hasil getar semata-mata.fonetik artikulatoris,mempelajari bunyi-bunyi bahasa sebagai hasil alat ucap manusia (soeparno,2002:80).
2.3.1.1 Alat Ucap
Sumber kekuatan utama untuk menghasilkan bunyi bahasa ialah sistem pernapasan yang mendorong udara keluar dari paru-paru menghasilkan bunyi bahasa pada saat udara dihisap kedalam paru-paru juga dapat dilakukan,tetepi lebih efisien pengucapan udara dihembuskan. Sebagai contoh , bunyi yang dihasilkan dengan mengisap udara itu terjadi pada bunyi implosif [p] yang terdapat yang terdapat dibahasa Rute dipulau Roti
Udara keluar dari paru-paru melalui pipa suara atau yang disebutdengan trakea, terus keatas melewati laring. Didalam terdapat sepasang pita suara. Rongga udara keatas laring disebut saluran suara. Bentuk saluran suara merupakan Faktor penting untuk menghasilkan bunyi bahasa. Saluran suara dapat dibagi menjadi dua bagaian, yaitu rongga mulut dan faring dengan rongga hidung .
Bagian rongga mulut yang dapat digunakan untuk membentuk bunyi-bunyi bahasa disebut artikulator . terletak dibawah rongga mulut sering kali digerakan diatas rongga mulut pada saat menghasilkan bunyi bahasa . Alat ucap dibagian rongga mulut mencangkup bibir bawah ,gigi bawah,dan alat ucap dibagian atas rongga mulut mencangkup bibir atas, gigi atas, langit-langit keras ,langit-langit lunak ,dan anak tekak.
Lidah dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Ujung lidah merupakan bagian lidah yang paling lentar. Selain ujung lidah daun terdapat bagian lidah yang disebut depan,tengah,belakang,dan akar .depan lidah terletak dibawah langit-langit keras , tengah lidah sebagian terletak dibawah langit-langit keras dan sebagian terletak dibawah langit-langit lunak, dan belakang lidah terletak dibawah langitl- langit lunak. Akar lidah berhadpan dengan dinding belakang faring .
Dari uraian diatas dapat diuraikan bahwa alat ucap sebagai penghasil bunyi bahasa pada dasarnya terdiri atas dua hal,yakni pita suara sebagai sumber bunyi dan mulut/hidung sebagai saluran secara rinci alat ucap tersebut adalah: bibir atas, bibir bawah, atas, gigi bawah, lengkung kaki gigi, langit-langit keras ,langit-langit lunak (Velum),anak tekak (ovula),unjung lidah (apeks), dan lidah (lamina), pangkal lidah (dorsum), epiglottis,pipa suara, rongga hidung, rongga mulut,rongga tekak(pharyna) pangkal tenggorok( laryna),adamis aplee (hardianto,2009:8)
2.2.3 Hukum Bunyi Konsonan Bahasa Indonesia
Penngucapan bunyi bahasa melibatkan fungsi paru-paru sebagai sumber energi, pita suara menentu getaran, dan gerak alat ucap dalam mulut.Minurut Gimson(dalam Hardianto,1995;84) pengucapan bunyi konsonan melibatkan fraktor-faktor yang mencangkup dalam pernyataan-pernyataan berikut
1. Apakah arus udara digerakan oleh paru-paru sebagai (pulmonis) ataukah oleh sarana yang lain?
2. Apakah arus udara didorong digerakan oleh paru-paru(pulmonis) ataukah oleh sarana yamg lain (tak pulmonis)?
3. Apakah anak tekak dinaikan sehingga menutup rongga hidung ataukah direndahkan sehigga memungkinkan udara keluar. Melalui rongga hidung (nasal)?
4. Apakah pita suara bergetar (bersuara) ataukah tidak bergetar ( tak bersuara)?
5. Di bagian alat ucap manakah penghambatan atau penyempitan terjadi (daerah artikulasi)?
6. Bagaimanakah tipe penghambatan atau penyempitan pada daerah artikulasi cara artikulasi?
Jawaban–jawaban pertanyataan itu memberikan sebutan fonetis yang relatif lengkap untuk bunyi bahasa. Misalnya, bunyi (s) dapat dideskripsikan sebagai bunyi (1) pulmonalis, (2) agresif, (3) oral, (4) bersuara (5) dental alveolar, dan (6) trikatif.
B unyi konsonan dalam bahasa indonesia ialah bunyi konsonan pulmonis agresif, artinya arus uadara didorong keluar oleh paru-paru. Pendeskripsian bunyi konsonan di bagian berikut didasarkan pada faktor, yaitu keadaan pita suara, daertah aertikulasi, dan cara artikulas. Pembahasan bunyi nasal yang disebabkan oleh merendahnya anak tekak dibahas dalam pembahasan tentang cara artikulasi.
2.3.2.1 Daerah Artikulasi Bahasa Indonesia
Berdasarkan daerah artikulasi, konsonan bahasa indonesia dapat bersifat bilabial, labodental, denatal/ alveolar, palatal, velar, dan glotal (Hardianto, 2009: 23). Setelah bunyi udara dihembuskan dari paru-paru melewati laring, udara keluar melalui rongga mulut dan hidung. Kebanyakan bunyi konsonan dihasilkan dengan menggunakan lidah dan bagian organ mulut yang lain untuk menghambat arus udara yang mengalir.
Bilabial, bunyi bilabial dibentuk dengan menggunakan bibir atas dan bawah. Bunyi pertama dalam kata paruh , burung, merak ialah bunyi bilabial.
Bunyi ditulis lambang /p/ yamg bersifat tak bersuara, dan /b/ dan /m/ yang bersuara. Bunyi /w/ yang dapat pada awal waktu, wajah, dan wewenang merupakan bunyi bilabial.
Labiodental, bunyi labiodental dibentuk dengan gigi atas dan bibir bawah, bunyi pertama dalam fakultas, varia merupakan bunyi labiodental. Diitulis dengan lamabang (f) berisat tak bersuara.
Dental/ alveolar, bunyi dental/ alvveolar dibentuk dengan ujung lidah yang ditempelkan pada gusi yang merupakan daerah kasar terletak dibelakang gigi atas. Bunyi=bunyi pertama kata tulis, dari, sopan, zaman, nakal, rumah, dan lagu, merupakan bunyi dental alveolar. Lambang untuk bunyi yaitu (t), (d), (s), (z), (n), (r), dan (i), sedangkan (t) dan (s) tak bersuara.
Palatal, dibagian belekang gusi mulut terdapat langit keras. Bunyi yang dibentuk dengan lidah menyentuh langit-langit keras itu disebut palatal, bunyi pertama pada kata cari dan jari merupakan bunyi palatal yag dilafalkan dengan (c), merupakn bunyi tak bersuara, dan (j) merupakan bunyi bersuara.
Velar, pada bagian atap rongga mulut lebih dalam lagi, dibel;akang langit-langit keras, terdapat aderah yang lunak, disebut langit-langit lunak atau velum. Terdapat dua bunyi tak bersuara yang dilfalkan denagan lambang (k), seperti binyi pertama kata kuliah, keras, dan kalah, dan lambang (x) seperti bunyi kata khas dan khusus.
Glotal, pengucapan bunyi glotal atau hamza tidak terlalu menuntut penggunaan lidah dan bagian mulut yang lain ssecara aktif. Terdapat dua bunyi glotal, bunyi yang pertama ialah bunyi (h) yang terjadi pada bunyi pertama pada kata habis, heboh, dan hewan, bunyi yang kedua ialah (?) terjadi pada akhir kata bapak dan bunyi ditengah kata saat. Kedua bunyi glotala merupakan bunyi tak bersuara.
2.3.2.2 Cara Artkulasi Bahasa Indonesia
Penjelasan di atas ialah pendeskripsian bunyi-bunyi konsonan menurut daerah artikulasinya. Pada bagian bunyi-bunyi konsonan dideskripsikan menurut cara bagaimana bunyi-bunyi itu diartikulasikan. Pendeskripsian semacam itu diprlukan apabila kiat hendak membedakan antara beberapa bunyi yang ada dalam kategori yang sama. Mislanya, dapat dikatakan bahwa (t) dan (s) ialah bunyi alveolar tak bersuara. Bunyi (t) ialah salah satu seperangkat bunyi yang disebt hambat, dan bunyi (s) ialah sekelompok bunyi yang disebut frikatif (Hardianto, 2009: 116).
Hambat, dari bunyi yang sudah disebut sebelumnya, kelompok bunyi (p), (b), (t), (d), (c), (j), (k), (g) dan (?) dihasilkan dengan menghambat arus udara yang keluar dari paru-paru, lalu dilepaskan dengan seketika. Jenis bunyi konsonan yang dihasilakn karena udara mendapat hambat diset hambat. Deskripsi bunyi lengkap (t) pada awal kat tahu adalah konsonan “hambat alveolar tak bersuara”, sedangkan bunyi (b) pada awal kata bius adalah konsonan “hambat bilabial bersuara”.
Frikatif, cara artikulasi diguanakan untuk menghasilkan kelompok bunyi (f), (s), (z), (x), dan (h) hampir melibatkan penghambatan arus udara dengan mengeluarkan udara melalui celah sempit, pada saat udara dihembuskan terjadilah bunyi desis yang dihasilakan dengan cara itu disebut frikatif.
Nasal, kebanyakan bunyi dihsilkan deengan udara hembusan melalui rongga mulut dengan anak tekak dinaikan sehingga mencegah mengalirnya udara melauli rongga hidung. Namun, apabila anak tekak direndahkan dengan arus udara mengalir melalui hidung menghasilakn bunyi (m), (n), (x) (nasal), bunyi itu disebut nasal. Kata-kata seperti maka, nasi, nyiur, dan ngarai diawali dengan bunyi-bunyi nasal bunyi (m) ialah “nasal bial” (n) nasal alveolar; nasal palatal dan bunyi (n) adalah bunyi nasal velar.
Getar, bunyi pertama pada kata rumah, dan rahasia adalah bunyi getar, bunyi (r) getar alvelar dibentuk dengan cara menaikan ujung lidah dan melengkingnya kebelakang gusi secara berulang-ulang menempel dan lepas dari gusi.
Lateral, bunyi (l) disebut dengan bunyi “lateral alveolar”. Dihasilakan dengan cara menempelkan udara melaui sisi lidah. Pada saat bunyi lateral dihasilkan pita suara bergetar. Contoh bunyi lateral itu ialah bunyi-bunyi yang pada awal kata latihan dan luput.
Semivokal, bunyi-bunyi (w) dan (y) dihasilkan sebagai bunyi transisi. Bunyi itu disebut semivokal. Untuk menghasilkan bunyi ,semivokal bilabial (w) kedua bibir didekatkan tanpa menghalangi udara yang dihembuskandari paru-paru
2.3.3 Fonetik Bahasa Muna
Berdasarkan pita suara,daerah artikulasi dan cara artikulasi bunyi-bunyi konsonan dalam bahasa muna dapat disajikan dalam bentuk bagan berikut
DA
CA Bilabial Labiodental Detal Alveolar Alveolar palatal Velar Glotal
Hambat B
TB
Pernas B
Implosif B b (B)
p (p)
mb (mb)
mp (mp)
t
4 D
nd
nt g
k
ng
nk ?
Afrikatif B
TB ( j )
( c )
Frikati B
TB
Prenas B (b)
F
N
s
ns g
h
Nasal B M N n
Lateral B
Getar B
Semifokal B
W I
r
(y)
Catatan: ruas yang diapit oleh tanda kurung adalah alofon dadari konsonan tertentu (marafad,1990:34) berdasarkan tabel diatas fonem konsonan Bahasa muna dapat diklasifikasikan sebagai berikut
/p/ hambat bilabial tak bersuara ,seperti:paso,dapo,puhe,
/b/ hambat bilabual bersuara,seperti berani ,bebe
/mp/ hambat prenasal bilabial tak bersutra , seperti:mpomana,kadampa
/m,b/ hambat prenasal bilabial bersuara ,seperti:lambu ,kambuse,mbolo
/b/ hambat implosif bilabial bersuara,bilabial bersuara,seperti: bhaguli,tobho,bhore;
/m/ nasal bilabial bersuara ,seperti: ama ,membe
/w/ semivokal bilabial bersuara, seperti:wewi,wangka,wulu
/f/ frikatif labiodental tak berswuara, seperti:mafu,fenu
/d/ hambat alveolar bersuara, seperti dhangku,medha,dhambu
/t/ hambat dental tak bersuara ,seperti:tolu,tombi,late,tola.
/d/ hambat imposif dental bersuara,seperti: dada, dan madaho
/nt/ hambatprenasal alveolar tak bersuara seperti :ndawu,punda, landa,;
/n/ nasal alveolar bersuara seperti nomi,leni,noa,lani’
/s/ terikat alveolar tak bersuara seperti sabo,suli,sampu,sepa
/ns/ frikatif alveolar besuara seperti;nunsu,lensi,sansara
/r/ getar alveolar bersuara,seperi:lambu,leni
/i/ lateral alveolar bersuara,seperti:kanda,keru,bhake
/g/ hambat velar hambat velar bersuara seperti: gholu, gege, ganda, galu,
/nk/ hambat prenasal velar bersuara, seperti: nggela, rungga,
/n/ nasal velar bersuara, seperti: ngari, ngara, nginda
/h/ frikatif glotal tak bersuara, seperti: hende, horo, hole
/g/ frikatif velar bersuara, seperti: nguse, gholu, ghato
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1. Metode dan jenis penelitian
3.1.1 Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dasar. Metode deskripsi dasar dilakukan dengan menggambar, mendeskripsikan fenomena yang diteliti secara apa adanya.
3.1.2 jenis penelitian
penelitian ini tergolong jenis penelitian kepustakaan. Karena semua aktivitas pngumpulan data dilakukan dengan cara meninjau, mengidentifikasi sumber pustaka yang berhubungan dengan masalah penelitian
3.2 data dan sumber data
3.2.1 jenis data penelitian
3.2.1.1 data primer
data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bahasa tulis. Data bahasa tulis yang dimaksudkan adalah hasil infentarisasa fonem-fonem bahasa indonesi dan bahasa muna yang distribusi dalam gambar/grafik sistem rangka dan konsonan. Fonem fokal ditata menurut para meter keadaan pita suara, cara dan daerah artikulasinya, sebagaimana terlihat dalam grafik IPA (inetrational phonetics alphabetis).
3.2.1.2 data sekunder
data sekunder dalam penelitian ini adalah data lisan. Data lisan diperluakan untuk menunjukan kebenaran letak atau posisi fonem fokal dan konsonan dimaksud dan bermakna. Hal ini dilakukan dengan meminta penutur bahasa indonesia dan bahasa muna untuk melafalkan fonem-fonem kedua bahasa itu.
3.2.2 sumber data penelitian
data penelitian ini diperoleh dari sumber pustak bahasa indonesia dan bahasa muna. Fonem-fonem bahasa indonesia di infestasi dari suku teks linguistik umum oleh Chaer 2007 penerbit PT Rineka Cipta, Pedoman umum EYD oleh Ali 1997 DEPDIGBUD. Tata bahasa praktis bahasa indonesia oleh Chaer 3003 penerbit barata karya, dasar-dasar linguistik umum oleh soeparno 2002 penerbit PT Tiara Wacana Jogja dan Uiversity Press, sedangkan fonem-fonem bahasa muna diperoleh dari tesis fonologi generatif bahasa muna oleh Marafad 1990 Universitas Hasanuddin Ujung Pandang.
3.3 teknik pengumpulan data
pengumpulan data dilakukan dengan teknik rapat-liahat.
1. Teknik rapat : teknik ini dilakukan dengan cara merapatkan sistem rangka bahasa muna dan sistem rangka fonem bahasa indonesia secara sistemmatis artinya distribusi fonem-fonem konsonan kedua bahasa itu harus diposisikan simetris menurut keadaan pita suara, daerah dan cara artikulasi dari amsing-masing bahasa tersebut melalui lembar transparan ( renik). Begitu juga dengan perapatan fonem-fonem fokalnya, yaitu didasarkan pada parameter tinggi rendah dan depan belakang lidah pada waktu pembentukan vokal.
2. Teknik lihat : teknik ini dilakukan untuk melihat persamaan dan perbedaan fonem konsonan dan fokal kedua bahasa ketika kedua grafik distribusi fonem konsonan dan fokal masing-masing bahasa itu didapatkan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dilakukan pemberian warna, misalnya fonem bahasa muna yang tampak berbeda diberi warna biru dan yang sama di tangdai dengan warna kuning agar terlihat kontras.
3.4 teknik analisis data
setelah mengumpulkan data dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan, menjelaskan secara terang kedua bahasa dengan pendekatan “polisistemati” yang berlangsung bahwa bahasa adalah system of system. Oleh karena itu, yang diperbandingkan antara dua bahasa hanyalah sistem kedua bahasa tersebut. Misalnya, sistem fonologi, sistem morfologi. Pendekatan kedua adalah komparabilitas atau keterbandinagan. Disini tersirat penyusunan atau pembentukan apa yang harus didekatkan atau disejajarkan untuk diperbandingkan (tarigan, 1992: 20), sedangkan teknik analisis data yang digunakan mengacu pada pandangan lado (dalam Hardianto, 1997: 107), dengan langkah-langkah analisis berikut.
1. Klasifikasi data: data yang diperoleh dapat digolongkan berdasarkan perbedaan dan persamaan ciri-ciri artikulatoris kedua bahasa.
2. Deskripsi data : teknik ini membandingkan dan menunjukan gejalah (bunyi-bunyi bahasa) yang mengalami perbedaan dan persamaan dengan pemaparan bahasa yang sistematis.
3. Analisis daat: langkah ini dimaksudkan untuk nmenganalisis hukum bunyi konsonan dan fokal kedua bahasa yang mengalami kekontranstifan.
4. Interpretasi data: tahap ini mengemumkakan dan memprediksi hambatan atau kesulitan dalam mempelajari bahasa kedua
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1993.Cakrawala Bahasa-Bahasa indoneaia l.Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama
Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta:Erlangga
Marafad,Lde Sidu.1996.Permasalahan dalam Bahasa Indonesia dan pemecahanya. Proyek
Peningkatan/ pengembangan perguruan tinggi
Kendari : Unhalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar